Dari Khotbah
Daftar isi |
Tujuh aspek pendukung menyampaikan khotbah
Menyampaikan khotbah merupakan komunikasi timbal balik. Sangat penting bagaimana komunikasi disesuaikan dengan kondisi pendengar, sehingga nas Alkitab dalarn kerangka khotbahnya bisa diterima pendengar dengan baik. Persiapan homiletika sebagus apa pun, persiapan rohani sebagus apa pun, tetap harus memperhatikan tujuh aspek berikut ini:
1. Kondisi pendengar
Homiletika adalah metode untuk mencapai tujuan. Jadi, bukan tujuan. Struktur homiletika akan dibuat disesuaikan kondisi pendengar dan acara yang diselenggarakan, sehingga firman Allah bisa diterima sebagaimana kondisi pendengar.
-
Faktor usia pendengar (anak-anak, remaja, pemuda, pria, lanjut usia).
-
Faktor pendidikan (SMA, Perguruan Tinggi).
-
Faktor sosial (pedagang, pejabat pemerintahan atau pegawai instansi).
-
Faktor level pemahaman Alkitab atau spiritual (jemaat, aktivis gereja).
-
Bentuk acara (Kebaktian umum, KKR, Perayaan, Pendalaman Alkitab, Seminar).
2. Teknik membaca khotbah
Acuan bacaan teks khotbah semakin lengkap akan semakin baik. Yang sangat menentukan adalah teknik membaca teks. Teknik membaca dalam berkhotbah pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, setiap pengkhotbah bisa memilih sesuai kemampuannya.
-
Membaca naskah
Khotbah ditulis lengkap dalam bentuk sebuah naskah, kemudian dibaca sesuai teks naskah yang ada, seperti pidato. -
Membaca garis besar
Khotbah ditulis dalam bentuk garis besar khotbah secara lengkap (outline). Setiap pokok bestir dan pokok kecil dibaca kemudian diuraikan dengan pemahaman yang sudah dipersiapkan. -
Membaca pokok besar
Khotbah dipersiapkan dalam ringkasan pokok-pokok besar. Kemudian diuraikan dengan persiapan yang telah matang dalam perbendaharaan pengalaman teologis, pastoral, dan pemahaman umum (karena sudah pernah disampaikan sehingga pengkhotbah hafal).
3. Komunikasi
Khotbah memerlukan komunikasi baik verbal maupun nonverbal. Komunikasi khotbah tidak hanya harus menguasai pancaindra pendengar, tetapi bagaimana menyentuh hati, pikiran, perasaan, rohani pen" dengar. Pendengar harus dilibatkan secara aktif atau diaktifkan. Mengembangkan komunikasi bisa melalui: membaca ayat, menjawab pertanyaan, mengulang pokok besar, memeragakan, menyanyi. Jika membuat pertanyaan jangan memberkan kesempatan suasana menjadi gaduh, perbantahan. Buatlah pertanyaan yang sifatnya retorik.
Bahasa. Unsur yang terpenting dalam komunikasi adalah penggunaan bahasa. Untuk khotbah, pakailah bahasa baku. Atau, bahasa yang bisa "nyambung" dengan pendengar, tetapi bahasa yang santun. Bahasa asing digunakan untuk menjelaskan istilah yang perlu dijelaskan, bukan untuk pamer kehebatan. Jika menggunakan bahasa asing, berilah terjemahannya.
Suara. Suara pengkhotbah harus suara asli, jangan meniru atau dibuat-buat. Vokal harus jelas (aksen dan kosakatanya jelas), mampu didengar sebatas ruangan yang ada. Suara perlu intonasi, volume bervariasi, tempo perlu diatur.
4. Alat peraga
Kemampuan untuk mendengar sangat bervariatif, perlu ditambah dengan kemampuan untuk melihat, bisa memakai OHP LCD, dramatisasi, benda-benda, dan lain-lain.
5. Ekspresi
Posisi tubuh. Jika berdiri, tubuh dalam kondisi kokoh, tetapi fleksibel. Hindari bersandar, tangan jangan dimasukkan ke kantong, jangan mematung. Jika duduk, usahakan santai, namun berwibawa. Ekspresi raut muka seharusnya seperti hat yang disampaikan-ekspresi kasih, mengampuni, santai, kejam, marah, dan lain-lain. Ekspresi wajah pengkhotbah menghidupkan khotbahnya. Latihlah berbagai ekspresi di depan cermin.
6. Bahasa isyarat
Gerakan tangan dalam memeragakan atau menunjuk: surga, Tuhan, indah, memberi, mempersilakan, mengecam, mengultimatum, dan lain-lain. Gerakan kepala: menengadah, mengangguk, bingung, menolak, dan lain-lain. Hindarilah gerakan yang berlebih-lebihan, sehingga terkesan: genit, lincah. Sadarilah jika ada gerakan tic (gerakan latah atau kebiasaan tanpa disadari). Atau, kata-kata latah yang diulang-ulang tanpa sadar.
7. Jadilah diri sendiri
Dalam berkhotbah, perlu belajar dari pengkhotbah lain. Kita boleh mengagumi pengkhotbah yang penuh gaya, suara yang lantang, tegas berwibawa, kalimat-kalimat yang serius, humor yang lucu, tantangan yang mengharukan, dan lain-lain. Kita boleh memiliki idola pengkhotbah. Boleh mencontoh yang baik dari pengkhotbah. Tetapi, jangan menjadi "fotokopi" dari pengkhotbah lain. Jadilah diri sendiri.
Diambil dari:
Judul buku | : | "Khotbah itu Indah Khotbah itu Mudah" |
Penulis | : | Thomas Eny Marsudi |
Penerbit | : | Gloria Grafika, 2010 |
Halaman | : | 287-290 |