KHOTBAH
.co
christian
online
Khotbah

Bukan Sekedar Kritik

Dari Khotbah

Langsung ke: navigasi, cari

"Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan." (Galatia 6:1)

       DALAM kosakata bahasa Indonesia ada istilah "kritik membangun". Seorang pemimpin perusahaan atau kepala kantor dianggap menyampaikan kritik yang membangun apabila ia dengan cara yang santun memberikan wejangan dalam rangka memperbaiki kekeliruan bawahannya. Seorang guru dianggap menyampaikan kritik yang membangun apabila ia menegur muridnya demi membangun semangat belajar mereka. Seorang ibu dianggap menyampaikan kritik yang membangun apabila ia mengemukakan nasihat untuk membangun sikap dan watak anaknya. Sebaliknya, sang pemimpin perusahaan, kepala kantor, guru atau orang tua tidak dianggap menyampaikan kritik yang membangun apabila mereka memberikan teguran dengan nada suara tinggi, menggunakan pilihan kata yang kasar. Sekalipun isi nasihat mereka sebenarnya baik, namun si penerima pasti akan membentengi diri bahkan menolaknya. Mereka bukan hanya menganggap bos, atasan, guru atau orang tua mereka itu sebagai pencela, tetapi juga akan memiliki dendam tersendiri.

       Sesungguhnya, menyampaikan kritik yang membangun merupakan hal yang biasa dan sulit dilakukan, karena orang lebih suka mendengar hal-hal yang baik Saja. Orang menutup telinganya atas kritik, sekalipun bermanfaat untuk meningkatkan kepribadiannya. Muncullah budaya ABS (Asal Bapak Senang), yang ditandai dengan maraknya gejala bahasa yang eufemistis, misalnya: Harga-harga tidak "naik", tapi "disesuaikan"; pelaku tindak kejahatan tidak "ditangkap", tapi "diamankan"; dan seterusnya.

       Rasul Paulus menasihati jemaat Galatia untuk berani menyatakan kesalahan dalam rangka mengembalikan pelakunya ke jalan yang benar. Keberanian menegur orang lain secara tutus itu merupakan karya Roh Kudus atas diri orang beriman. Bila orang beriman membuka diri untuk dipimpin oleh Roh Kudus, maka kuasa-Nya akan mendorong orang itu untuk berani menyatakan kebenaran, berani mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas kesalahan yang diperbuatnya. Meskipun demikian, Roh Kudus tak hendak membuat kita menjadi hakim yang menuding kesalahan sesama manusia.

       Atas dasar pertimbangan di atas, maka sekurang-kurangnya ada tiga hal yang perlu kita perhatikan agar tidak jatuh pada kecenderungan menjadi hakim bagi orang lain. Ketiga hal tersebut ialah sebagai berikut:

       Pertama, lakukanlah dengan lemah lembut. Pada dewasa ini ada banyak aksi unjuk rasa digelar. Protes yang diwarnai dengan kekerasan bermunculan sebagai koreksi atas kesalahan pihak tertentu. Dari satu sisi, hal itu menunjukkan keberanian masyarakat kita meninggalkan budaya diam. Para pelopor demokrasi, penganjur persamaan hak, aktivis LSM atau LBH tentu bergembira untuk kemajuan ini. Tetapi sekaligus mereka juga sedih, sebab keberanian untuk membuka suara itu amat rentan. Masyarakat masih dapat dipengaruhi oleh oknum-oknum yang memancing di air keruh. Kenyataan tersebut tentu saja masih jauh dari apa yang diharapkan. Bila seorang beriman menyampaikan teguran, ia harus menyampaikannya atas dasar kasih dan niat baik untuk meluruskan persoalan. Sangat keliru apabila teguran itu disampaikan sekedar untuk mencuatkan kesalahan orang lain dengan maksud memberikan penghukuman. Teguran yang didasari sikap iman akan muncul dalam bentuk yang lemah lembut dan tidak memojokkan. Sebaliknya orang akan tergugah dan memperbaiki kekeliruannya.

       Kedua, menjaga diri sendiri supaya tidak jatuh dalam pencobaan. Artinya, menjaga diri sendiri supaya tidak melakukan hal serupa. Seorang bapak akan kehilangan wibawanya bila menegur anaknya untuk tidak merokok, tetapi mendapat jawaban: "Bapak sendiri koq merokok?". Seorang ibu merasa malu bila menegur anaknya untuk berhenti bertengkar, namun mendapat jawaban: "Mama sendiri juga sering bertengkar dengan Papa!" Bila kita sendiri telah melakukan koreksi dan ternyata bersih, barulah kita dapat menasihati orang lain. Dengan demikian kita tidak menjadi bumerang pada diri kita. Perhatikanlah seseorang yang menuding orang lain dengan menggunakan sebuah jari, yaitu telunjuk. Apa yang terjadi dengan jari-jemari orang tersebut? Sesungguhnya, ada tiga jari lain, yaitu jari tengah, jari manis, dan kelingkingnya, menunjuk pada dirinya sendiri.

       Ketiga, menjaga diri supaya tidak jatuh dalam dosa kesombongan. Sebagai umat beriman, kita bertanggung jawab untuk membawa orang lain ke jalan yang benar. Tanggung jawab itu amat berat, sebab dalam tanggung jawab itu terkandung kewajiban untuk mawas diri. Bagaimanapun kita adalah manusia yang lemah dan mudah jatuh ke dalam dosa. Tak boleh kita takabur, seolah-olah kita selalu lebih baik dari orang lain.

       Ada banyak saluran yang dapat kita gunakan untuk menyuarakan pendapat kita. Pada masa Orde Baru, pemerintah menyediakan Kotak Pos 5000 sebagai sarana bagi warga masyarakat untuk menyampaikan keluh kesah demi meningkatkan layanan masyarakat. Saat ini pasti ada berbagai jenis akses lain yang disediakan oleh pemerintah untuk masyarakat luas. Menulis keluhan di rubrik "Surat Pembaca" yang ada di koran-koran merupakan cara mudah dan lazim. Menyuarakan suara hati lewat wakil rakyat di tingkat lokal, regional, dan pusat adalah upaya formal yang dapat dilakukan oleh warga masyarakat. Cara itu jauh lebih terpuji daripada menyalurkan aspirasi lewat demonstrasi yang disertai kekerasan. Demonstrasi dengan mengerahkan massa dalam jumlah besar yang disertai dengan kekerasan, selain membiaskan aspirasi yang hendak disuarakan juga membuat masyarakat kehilangan rasa simpati.

       Sebagai umat beriman, siapa pun dapat berdoa dan jujur. Kalau tertekan oleh sesuatu kenapa harus ditutup-tutupi? Berserulah kepada Allah, agar Ia bertindak untuk mengubah dan memperbarui keadaan yang tak beres. Ia juga yang berkuasa mengubah hati dan sikap orang jahat jadi baik dan berkenan kepada Allah.


Diambil dari:

Judul artikel : "Bukan Sekedar Kritik"
Judul buku : "Dari Kabar Mimbar: Kumpulan Renungan Pdt. U.T. Saputra"
Penulis : Pdt. U.T. Saputra, S.Th., M.Si.
Penerbit : Generasi Info Media, 2006
Halaman : 9--12